PALU-Polda Sulteng, diminta bersikap profesional. Karena sejauh ini polisi belum melakukan apa-apa.
Jangan karena perusahaan dan pengusaha PT Cahaya Gindi Ganda (PT. CGG) Polisi lebih memihak ke perusahaan. Ini ketegasan dari LBH Sulteng, saat menggelar konfrensi persnya, menyikapi permasalahan masyarakat Desa Siumbatu, Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali dengan pihak perusahaan PT CGG, Senin (05/08/2024).
Warga Desa Siumbatu, kini tengah berjuang menghadapi proses hukum terkait aktivitas pertambangan PT Cahaya Ginda Ganda (CGG). Dalam perjuangan ini, mereka didampingi oleh tim hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sulawesi Tengah (Sulteng).
Tiga orang tersangka, yaitu Irman, Irfan, dan Sidik Muharam, didakwa melanggar Pasal 162 juncto 137 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, serta Pasal 335 Ayat 1 dan Pasal 170 Ayat 1 KUHP. Mereka dituduh menghalangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh PT CGG.
Direktur LBH Sulteng, Julianer, menyatakan bahwa proses penyidikan telah selesai dan kasus tersebut telah memasuki tahap dua di Kejaksaan Morowali pekan lalu. Para tersangka kini ditahan di Rutan.
Demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat Siumbatu bertujuan untuk memperjuangkan hak atas tanah mereka yang diduga telah diserobot dan dirusak oleh PT CGG. Mereka juga menuntut hak atas lingkungan yang rusak akibat aktivitas pertambangan perusahaan tersebut.
Julianer, didampingi oleh rekannya Rusman dan Mey Prawesty, menjelaskan bahwa masyarakat menuduh PT CGG tidak memiliki izin sah untuk melakukan aktivitas pertambangan, termasuk izin melintas dan izin terkait jetty yang digunakan.
Sebelum melakukan demonstrasi, masyarakat Siumbatu telah mengajukan laporan kepada Polres Morowali terkait pengrusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan PT CGG. Namun, laporan tersebut belum mendapatkan tindak lanjut dari kepolisian, sehingga masyarakat merasa dipaksa untuk melakukan aksi protes.
Tim hukum masyarakat Siumbatu menegaskan bahwa demonstrasi dilakukan sebagai upaya terakhir setelah tidak ada respon terhadap laporan mereka. Mereka juga menekankan bahwa masyarakat tidak berniat merusak fasilitas perusahaan, dan kerusakan yang terjadi hanyalah kursi kayu yang dilempar oleh pihak perusahaan sendiri.
Dalam upaya hukum selanjutnya, tim hukum masyarakat Siumbatu mengajukan permohonan pra-peradilan untuk mempersoalkan surat perintah penyidikan yang tidak pernah diterima oleh para tersangka, serta mempertanyakan dua alat bukti permulaan yang digunakan untuk menetapkan tersangka. Sidang praperadilan yang dijadwalkan hari ini ditunda karena pihak kepolisian selaku termohon tidak hadir.
Selain itu, mereka merencanakan gugatan perdata terkait hak atas tanah masyarakat setempat dan class action terkait kerusakan lingkungan yang diduga dilakukan oleh PT CGG.
Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan hak-hak dasar masyarakat yang dilindungi oleh undang-undang, serta menimbulkan pertanyaan tentang legalitas aktivitas pertambangan PT CGG di wilayah tersebut. Masyarakat Siumbatu berharap ada keadilan dan penanganan yang adil dari pihak berwenang terhadap laporan dan tuntutan mereka.
Dikonfirmasi, kuasa hukum PT CGG, Abdul Malik, belum memberikan tanggapan hingga berita ini ditayangkan meski telah dihubungi melalui SMS, maupun WhatsApp (WA), dan telepon.(mch)