Oleh Hasanuddin Atjo *)
PILKADA serentak telah dihelat tanggal 27 November 2024, dan berdasarkan hasil hitung cepat, bisa terprediksi paslon berpeluang menjadi pemenang kontestasi apakah itu Gubernur, Bupati atau Walikota.
Pelantikan Gubernur berdasar ketentuan, akan dilaksanakan serentak, tanggal 7 Februari 2025 di Jakarta oleh Presiden. Dan berikutnya pelantikan para Bupati dan Walikota tanggal 10 Februari 2025, oleh Gubernur di Provinsi masing masing.
Fenomena ini, tentunya akan menarik dan dipandang bisa menciptakan harmonisasi dan sinkronisasi program antara pusat dan daerah yang selama ini sering menjadi soal, karena jarak pelantikan Wakil Rakyat, Presiden dan Kepala Daerah terpaut jauh.
Swasembada pangan menjadi salah satu prioritas Presiden Prabowo. Bahkan tahun 2027, Indonesia ditargetkan mampu berswasembada terutama padi dan jagung, menurut Menteri Koordinator Pangan Zulkifli Hasan, saat memimpin rakor pangan bersama Mentan dan Men KP, Kamis 28 November 2024 bertempat di kantor KKP.
Gerak cepat dan gas pool, telah diperlihatkan Presiden terpilih dan sejumlah menteri kabinet merah putih. Lawatan Presiden ke beberapa Negara membawa angin segar antara lain adanya rencana investasi sekitar US$ 18 milyar, termasuk investasi pengembangan sektor pangan.
Selain persoalan investasi dan koordinasi, Menko Pangan juga menggaris bawahi bahwa soal transformasi inovasi-teknologi
melalui proses pendampingan penyuluh lapangan dinilai jadi salah satu sebab swasembada sulit dicapai.
Karena itu Menko dan Mentan sepakat untuk segera menarik lagi kewenangan pengelolaan tenaga Penyuluh pertanian dari
pemerintah daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) kepada pemerintah pusat (Kementan) dalam waktu dekat ini, melalui Keputusan Presiden.
Selain itu, menurut Mentan bahwa jumlah penyuluh yang berada di daerah sangat jauh berkurang karena antara lain dipergunakan mengisi jabatan pada lembaga lain. Dan saat ini rasio antara Penyuluh dan Desa adalah satu banding lima yang idealnya satu Penyuluh satu Desa. Dengan demikian perlu penambahan tenaga penyuluh.
Kepala daerah dinilai memiliki peran strategis mewujudkan swasembada yang merupakan program strategis nasional. Hal ini dikarenakan, berdasarkan ketentuan bahwa para Kepala Daerahlah memiliki wewenang sumberdaya yaitu wilayah dan masyarakat.
Rentang kendali yang panjang antara pemerintah pusat dan daerah, juga menjadi kritikal poin bagi kesuksesan program nasional ini. Untuk persoalan itu, peran Gubernur sebagai wakil dari Pemerintah Pusat di daerah harus dimaksimalkan.
Program kementrian/lembaga yang langsung ke Kabupaten/Kota sudah saatnya dikurangi, agar penerapan filosofi kereta kuda dalam perencanaan dan implementasi pembangunan dapat dilaksanakan lebih baik dan terkendali.
Dengan “filosofi kereta kuda”, maka Pemerintah Pusat akan dihela Pemerintah Provinsi dan selanjutnya dihela Kabupaten/Kota dan paling depan adalah Pemerintah Desa/ Kelurahan bersama Rukun Wilayah (RW) dan Rukun Tetangga (RT).
Melalui pendekatan seperti itu diharapkan semua bergerak, dan terbangun rasa memiliki akan program tersebut yang bisa mengurangi impor pangan sekaligus mengurangi angka kemiskinan, menyerap tenaga kerja serta upaya pemerataan pertumbuhan antar sektor yang jomplang karena pemgaruh sektor tambang dan industri pengolahannya.
Apalagi target Indonesia Emas tahun 2045 bahwa pendapatan perkapita masyarakat sekitar US$ 30.000, meningkat dari US$ 5.000 tahun 2024. Dan ini memerlukan kerja keras yang terstruktur dan terukur guna mengeksploitasi sumberdaya yang hebat termasuk pangan agar berkelanjutan.
Kendali penerapan filosofi itu tentunya berada pada Presiden untuk PSN (program strategis nasional), dan Gubernur untuk progran strategis Provinsi serta Bupati/Walikota untuk program strategis Kabupaten/Kota.
Secara teknis swasembada pangan itu bisa dicapai melalui dua pendekatan, dan dijalankan secara paralel. Pertama adalah Intensifikasi (Peningkatan Produktifitas dan Nilai). Dan kedua upaya ekstensifikasi (perluasan areal, membuka lahan baru).
Intensifikasi sudah tentu harus diarahkan pada wilayah yang ketersedian lahannya sangat terbatas, memiliki dukungan infrastruktur yang menunjang dan kesiapan SDM termasuk tenaga pendamping (PPL) yang apdate, adaptif dan inovatif.
Sedangkan ekstensifikasi lebih didorong pada wilayah dengan lahan masih tersedia, potensi air dan iklim yang menunjang serta menerapkan mekanisasi menggantikan cara cara lama yang konvensional dan terbukti harus terkoreksi dari beberapa program sebelumnya.
Kedua pendekatan itu harus dikerjakan dengan cara cara baru, modern, terstruktur dan terukur agar efisiensi maupun efektifitas bisa dicapai. Tidak kemudian swasembada bisa dicapai, akan tetapi HPP (harga pokok produksi) tidak bersaing sehingga mengemuka alasan bahwa diperlukan impor lagi.
Pemanfaatan inovasi teknologi seperti Peta yang berbasis GIS (Geospatial Information System), maupun penerapan sistem produksi pangan yang menggunakan Smart digital mekanisasi menjadi salah satu pilihan.
Peta GIS bermanfaat dalam menyusun perencanaan dan keputusan serta pengendalian maupun evaluasi program ini. Tersedia sejumlah menu yang bisa diakses dari mana dan oleh siapa saja.
Menu tersebut mulai luas areal
pertanian dalam satu wilayah. Kondisi infrastruktur, cuaca dan iklim, jumlah kelompok tani, jumlah tenaga pendamping hingga permasalahan yang dihadapi. Boleh dikatakan semua data yang diinput pada peta GIS dapat diakses.
Pelaksanaan proses produksi sampai dengan proses panen juga harus menerapkan Smart digital mekanisasi. Olah lahan dengan mekanisasi otomatis memberi info secara digital terkait kondisi lahan maupun kebutuhan pupuk dan kapur. Proses penyemprotan untuk pemupukan dan pengendalian hama penyakit tidak lagi secara manual, tetapi menggunakan pesawat drone yang cepat dan lebih efisien serta terukur.
Terakhir, bahwa pada setiap daerah perlu ada percontohan atau role model tentang upaya mewujudkan swasembada pangan yang telah dirancang berbasis peta GIS dan Smart Digital Mekanisasi agar proses koordinasi, sinkronisasi dan implementasi program bisa dilakukan secara cepat danT mudah.
*) Penulis adalah Ketua Komisi Penyuluh Pertanian Sulawesi Tengah.