TOLITOLI-Proyek dua buah jembatan pada ruas jalan PPK 1.3 BPJN Wilayah 1 Sulteng yang dikerjakan oleh PT. Tunggal Mandiri Jaya (PT.TMJ)) senilai Rp 17 miliar di Desa Bajugan dan Galumpang, Kecamatan Dako Pemean, diduga kuat, selain menggunakan material ilegal yang tidak sesuai spesifikasi yang diambil dan bersumber dari daerah sekitar, campuran material beton disinyalir pula berkualitas “abal-abal” sebab tidak melalui pengujian Laboratorium.
Kepastian dugaan tidak berkualitasnya campuran bahan material beton yang digunakan PT. TMJ, dalam mengerjakan item abudmen jembatan tersebut, diketahui karena tidak jelasnya komposisi sampel pengujian campuran material, baik Job Mix Desain (JMD) maupun Job Mix Formula (JMF), karena pihak perusahaan tidak pernah bermohon kepada UPT Laboratorium PUPR setempat.
” Sesuai data yang ada, untuk proyek dua jembatan itu, pelaksana, sama sekali tidak pernah bermohon dilakukan pengujian sampel, baik JMD maupun JMF nya,” terang Kepala UPT Laboratorium PUPR Tolitoli Baharudin.
Selain soal dugaan penyimpangan pada kualitas pekerjaan cor beton Abudmen jembatan, kecurangan lainnya juga diduga kuat dilakukan PT. TMJ pada penggunaan material timbunan ilegal, karena hanya diambil dari sekitar lokasi pekerjaan. Parahnya lagi, meterial timbunan berupa tanah bercampur pasir tersebut digunakan untuk menimbun oprit penghubung jembatan dari sisi Utara maupun Selatan.
” Timbunan berpasir yang bapak maksud, diambil dari bukit sekitar gereja sini pak. Bisa bapak cek, setiap saat mereka mengambil dari situ,” ungkap salah seorang warga yang ditemui media ini disekitar lokasi pekerjaan.
Sementara, sesuai amatan media ini, khusus pada jembatan Desa Bajugan, hampir sebagian besar timbunan oprit dari dua sisi yang seharusnya menggunakan urugan pilihan, saat ini telah ditimbun menggunakan sisa galian lalu ditimpa menggunakan material tanah berpasir.
Begitu pula, timbunan yang digunakan pada jembatan Desa Galumpang, meski masih dalam proses perakitan besi dan pengecoran, namun sudah dilakukan penimbunan material yang sama, dimuat untuk memadatkan titik oprit, bukan menggunakan sirtu seperti lazimnya timbunan jembatan.
Tidak didapatkan keterangan dari salah satu penanggung jawab proyek tersebut, pihak BPJN khususnya PPK.1.3 maupun pihak pelaksana lapangan terkesan bungkam dan menghindar saat coba dikonfirmasi terkait dugaan penyimpangan pekerjaan tersebut.
Pelaksana lapangan TMJ diketahui bernama Musi, saat media ini beberapa kali ke lokasi pekerjaan, tak pernah berhasil ditemui, bahkan saat dihubungi nomor kontaknya beberapa kali tidak bersedia menjawab.
Begitu pula PPK 1.3 Ari Subana dan koordinator bernama Pandu, sekitar tiga bulan terakhir tidak pernah tampak di kantornya di Jalan Gajah Mada Kelurahan Baru, beberapa kali media mendatangi kantor tersebut, namun hanya penjaga kantor yang berhasil ditemui.
” Tidak ada pak, mereka hanya sekali-sekali datang. Biasanya nanti ada rapat, lebih banyak di Palu,” aku orang yang tinggal di kantor tersebut.
Pandu koordinator PPK 1.3 saat dihubungi melalui nomor kontaknya, tidak bersedia menjawab, hanya membalas melalui pesan singkat, sedang mengikuti rapat, bahkan beberapa hari setelahnya saat dihubungi, tidak merespon panggilan telpon.
Tidak adanya keterangan dari pihak PPK 1.3 ruas Silondou-Lingadan, sehingga tidak diketahui kapan masa kontrak pekerjaan tersebut berakhir, apalagi di sekitar lokasi pekerjaan tidak terdapat papan proyek. Begitu pula spesifikasi bahan material yang dipersyaratkan pada proyek tersebut. (yus)