OTONOMI CABANG OLAHRAGA

35
Yudi M. Tangahu

Oleh : Yudi M. Tangahu *)

OLAHRAGA merupakan salah satu aktivitas manusia yang penting dan menjadi keniscayaan kebutuhan ditengah kesibukan kita yang terkadang membuat kita lupa dan melalaikannya karena hampir tidak ada waktu atau malas bergerak (Mager) dengan alasan banyaknya pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan. Karena sejatinya manusia dikonstruksikan untuk selalu bergerak, agar tubuh yang terdiri dari kerangka dibalut oleh otot dan disertai dengan urat syaraf yang secara refleks bersinergi melakukan gerakan sesuai fungsinya didalam tubuh.

Perlu disadari bahwa olahraga memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat dan berbangsa karena memberikan berbagai manfaat positif, baik secara fisik, mental dan emosional maupun dalam membangun prestasi bagi individu, masyarakat dan negara. Pekan Olahraga Nasional (PON) Aceh Sumatera Utara (Sumut) 2024 memang telah usai dan kontingen Sulawesi Tengah berhasil menaikan peringkat yang saat ini berada di urutan ke-20 dengan perolehan medali sebanyak 27 medali. Penambahan medali terbaru berasal dari cabang olahraga (cabor) paralayang, karate dan renang. Tercatat perolehan medali Sulteng hingga Rabu (18/09/2024) terdiri dari 5 emas, 5 perak, dan 17 perunggu. (Sumber : sultengprov.go.id).

Sebagai masyarakat dan pemerintah tentu saja sangat bangga dengan capaian prestasi para atlet cabor kita, walaupun belum sesuai dengan target yang diharapkan oleh Gubernur saat itu, H. Rusdi Mastura, yang sering dipanggil dengan nama akrab ka Cudi. Prestasi ini belum pernah diperoleh sejak pertama kali Sulawesi Tengah mengikuti PON I PON XX di Papua.

Namun demikian kita tidak boleh larut dalam evoria kebanggaan yang telah dicapai, karena masih banyak bengkelai yang menjadi PR dalam membenahi cabang olahraga yang justru menurun prestasinya, bahkan beberapa atlet yang diprediksi akan mempersembahkan medali emas, justru gugur sebelum final.

Disamping itu managemen pengelolaan cabor yang tidak mempunyai perencanaan program yang baik, transparan dan akuntable masih banyak dijumpai pada sebagian besar cabor, sehingga sering kali menimbulkan permasalahan timbulnya konflik diantara pengurus cabor yang mengarah kepada perpecahan bahkan dualisme kepengurusan sangat mempengaruhi dan pada akhirnya merugikan bagi atlet yang tidak paham dengan aturan dan mekanisme dalam organisasi, sehingga berdampak pada tidak bisa mengikuti ivent kejuaraan ataupun turnamen, baik yang single maupun multi ivent.

Hendaknya seluruh cabor mengacu pada peraturan menteri pemuda dan olahraga republik indonesia nomor 14 tahun 2024 tentang standar pengelolaan organisasi olahraga lingkup olahraga prestasi. Pasal 2 (1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, dan Organisasi Olahraga lingkup Olahraga Prestasi dalam pengelolaan Organisasi Olahraga lingkup Olahraga Prestasi. (2) Peraturan Menteri ini bertujuan untuk: a. memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi Olahragawan dan pelaku Olahraga dalam peningkatan Prestasi; b} menjamin tercapainya tujuan pembinaan dan pengembangan Olahraga yang berperan strategis dalam mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan bangsa; c) menjamin agar pembinaan dan pengembangan Olahraga yang diselenggarakan oleh Organisasi Olahraga mencapai standar mutu sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan; dan d) menjamin tata kelola Organisasi Olahraga lingkup Olahraga Prestasi yang visioner, transparan, akuntabel, efisien, dan efektif sesuai dengan standar pengelolaan Organisasi Olahraga lingkup Olahraga Prestasi.

Oleh karena itu diperlukan terobosan baru dalam tata Kelola pembinaan cabang olah raga yang lebih konstruktif, efisien dan smart. Untuk menjamin pengelolaan organisasi tersebut maka kita harus merujuk pada permen no. 14 Tahun 2024 Pasal 16 (1) Ketua pengurus Organisasi Olahraga lingkup Olahraga Prestasi yang dipilih dan diangkat berdasarkan hasil kongres atau musyawarah merupakan sukarelawan (volunteer). (6) Ketua pengurus beserta perangkat Organisasi Olahraga lingkup Olahraga Prestasi tidak mendapatkan gaji yang bersumber dari bantuan pemerintah anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau hibah anggaran pendapatan dan belanja daerah. Selanjutnya pasal 17 ayat a) pengurus memiliki pengalaman menjadi pengurus Organisasi Olahraga paling singkat 5 (lima) tahun; dan ayat e) tidak sedang menduduki jabatan pengurus Organisasi Olahraga lingkup Olahraga Prestasi lainnya; atau sesuai AD/ART yang diatur oleh masing-masing organisasi cabang olah raga prestasi.

Oleh karena itu organisasi tata Kelola (OTK) cabang olah raga haruslah mampu Menyusun struktur kepengurusan yang ramping dan efisien dan fungsional untuk mewujudkan tujuan organisasi, agar tidak terjadi pemborosan biaya karena banyaknya pengurus tetapi tidak jelas tugas dan fungsinya, sehingga membebani organisasi. Disamping itu alokasi anggaran pembinaan sepenuhnya diserahkan kepada cabor untuk mengelolanya sehingga cabor leluasa mengatur rumah tangganya dalam merealisasikan program kerjanya.

Selama ini cabor diminta untuk memasukkan program kerja dan penganggarannya, tetapi tidak transparan dalam pendistribusiannya dan tidak pernah diberitahu berapa sebenarnya besaran alokasi pendanaannya. Disisi lain cabor juga belum pernah diberi kepercayaan oleh KONI selaku induk cabor yang semestinya menjadi fasilitator yang tugasnya mengkoordinir program dari setiap cabor, bukan mendistribusikan alokasi anggaran yang merupakan wewenang dan tugas pemerintah/pemerintah daerah dalam hal ini adalah Dinas Pemoda dan Olah raga.

Dengan demikian perlu ada terobosan baru agar dalam pembinaan cabor dapat dimaksimalkan yakni dengan memberikan keleluasaan kepada cabor melalui kebijakan otonomi cabor, sehingga terjadi proses pembelajaran kepada cabor mengelola organisasinya secara professional dan mandiri. Kita sadar dan paham bahwa anggaran dan dana yang dimiliki oleh pemerintah sangat terbatas, maka harus disampaikan secara transparan kepada cabor bahwa perlu ada skala prioritas penentuan cabor prestasi yang akan ditetapkan melalui kebijakan Otonomi Cabor .

Selanjutnya cabor prioritas yang telah ditetapkan melalui mekanisme yang ditetapkan oleh pemerintah daerah akan dibina secara intensif dan berkesinambungan dengan mencarikan perusahaan sebagai bapak asuh untuk setiap cabor atau beberapa cabor.

Adapun mekanisme penentuan cabor prioritas tentu saja memenuhi beberapa kriteria seperti profil cabor yang jelas alamat sekretariatnya, program yang konstruktif dan terukur, managemen organisasi yang jelas, serta komposisi dan sumberdaya pengurus kompeten dan profisional. Sehingga pengelolaan program dan anggaran menjadi efesien dan efektif.

Dengan demikian penetapan cabor prioritas menjadi transparan dan akuntabel, dimana KONI sebagai induk cabang olahraga berperan sebagai kordinator yang berperan mengorganisir cabor untuk berkompetisi menjadi yang terbaik, sehingga terpilih sebagai cabor unggulan prioritas. Selain itu KONI juga wajib memonitor dan mengevaluasi kinerja dan performa cabor terhadap program kerja dan prestasi yang dicapai oleh cabor prioritas.

*) Penulis adalah Pengamat Olahraga Universitas Tadulako.

 

Tinggalkan Komentar