Muhidin: Mari Menatap Perekonomian 2023 dengan Optimistis

97
OPTIMISTIS - Target pertumbuhan ekonomi 2023 yang ditargetkan sebesar 5,3 persen sangat optimis untuk bisa dicapai

JAKARTA – Perekonomian Indonesia memiliki tantangan yang tidak ringan dalam menghadapi kondisi ketidakpastian global yang masih tinggi pada tahun 2023. Pidato Nota Keuangan dan RAPBN 2022 yang disampaikan oleh Presiden Jokowi dalam sidang bersama DPR dan DPD, menunjukkan tantangan ekonomi global yang tidak ringan, serta bagaimana kesiapan Indonesia dalam menghadapai tantangan tersebut.

Hal ini disampaikan Muhidin Said, Wakil Ketua Badan Anggaran DPRI RI Fraksi Partai Golkar, menanggapi, pidato Nota Keuangan dan RAPBN 2022. Menurut dia, ini menunjukkan Indonesia punya strategi dalam menghadapi ketidakpastian global. Sekaligus bagaimana menciptakan peluang untuk memperkokoh fundamental ekonomi nasional pada tahun 2023 nantinya. Sehingga kita menatap tahun 2023 dengan optimis.

Dikatakannya, target pertumbuhan ekonomi 2023 yang ditargetkan sebesar 5,3 persen sangat optimis untuk bisa dicapai. ”Kita memiliki modal yang kuat, pemulihan ekonomi Indonesia dalam tren yang terus menguat, tumbuh 5,01 persen di triwulan I dan menguat signifikan menjadi 5,44 persen di Triwulan II 2022,” katanya optimis.

Selain itu, Sektor-sektor strategis seperti manufaktur dan perdagangan tumbuh secara ekspansif, didukung oleh konsumsi masyarakat yang mulai pulih serta solidnya kinerja ekspor. Kita harus bisa mengoptimlakan windfall akibat tingginya harga komoditas pangan dan energi di pasar Internasional hingga tahun 2023 nanti.

Ia yakin Pemerintah dan BI dalam koordinasi yang kuat untuk menjaga laju inflasi. Target inflasi tahun 2023 seebsar 3,30 persen perlu dijaga secara ketat. Kita akan tetap mempertahankan kebijakan APBN akan tetap diarahkan untuk mengantisipasi tekanan inflasi dari eksternal, terutama inflasi energi dan pangan. Kita berharap asumsi inflasi pada level ini juga menggambarkan keberlanjutan pemulihan sisi permintaan, terutama akibat perbaikan daya beli masyarakat yang sudah mulai terlihat.
Oleh sebab itu, dengan terjaganya inflasi tahun 2023, akan menjadi motor penggerak perekonomian nasional. Begitupula dengan konsolidasi dan reformasi fiskal yang sudah dimulai dalam beberapa tahun terakhir, bisa tetap dipertahankan bahkan ditingkatkan.

Hal itu menurut Muhidin dimulai dari penguatan sisi pendapatan negara. Perbaikan sisi belanja, dan pengelolaan pembiayaan yang hati-hati. Dari sisi Penerimaan, Pemerintah perlu segera mengoptimalkan keberadaan UU HPP, untuk meningkatkan optimalisasi pendapatan yang ditempuh melalui penggalian potensi, perluasan basis perpajakan, peningkatan kepatuhan wajib pajak, dan optimalisasi pengelolaan aset, serta inovasi layanan.

”Oleh sebab itu, pendapatan negara pada tahun 2023 dirancang sebesar Rp2.443,6 triliun, yang terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp2.016,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp426,3 triliun, akan bisa direalisasikan,” ulasnya panjang lebar.

Lebih jauh ia menambahkan, dari sisi belanja, dijalankan dengan peningkatan kualitas belanja (spending better) yang ditempuh melalui pengendalian belanja yang lebih efisien, lebih produktif, dan menghasilkan multiplier effects yang kuat terhadap perekonomian, serta efektif untuk mendukung program-program pembangunan prioritas dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pemerintah dinilainya perlu memperbesar belanja Pemerintah yang bersifat prioritas, dibandingkan yang bersifat non-prioritas. Sehingga nantinya diharapkan, kualitas belanja akan bisa terus meningkat, dan memberikan kontribusi yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Rencana belanja negara dalam RAPBN 2023 direncanakan sebesar Rp3.041,7 triliun yang meliputi, belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp2.230,0 triliun, serta Transfer ke Daerah Rp811,7 triliun, perlu dioptimalkan untuk memberikan multiplier effect bagai pembangunan.

Begitupula dengan anggaran transfer ke daerah (TKD) yang direncanakan sebesar Rp811,7 triliun akan bisa tercapai dengan baik. Kebijakan transfer ke daerah harus diarahkan untuk meningkatkan sinergi kebijakan fiskal pusat dan daerah serta harmonisasi belanja pusat dan daerah. TKD juga memperkuat kualitas pengelolaan transfer ke daerah sejalan dengan implementasi UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Kita berharap kualitas pembangunan di daerah akan semakin meningkat.

”Kita juga optimis, defisit anggaran tahun 2023 direncanakan sebesar 2,85% terhadap PDB atau Rp598,2 triliun akan bisa tercapai. Mengingat, defisit anggaran tahun 2023 merupakan tahun pertama kita kembali ke defisit maksimal 3% terhadap PDB,” katanya.

Inovasi di sisi pembiayaan difokuskan untuk mendorong pembiayaan yang fleksibel dengan kehatihatian melalui Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) yang lebih terintegrasi dalam pembiayaan infrastruktur, penguatan peran Lembaga Pengelola Investasi, serta pendalaman pasar obligasi negara.
APBN tahun 2023 harus menjadi instrument penting dalam meredam ketidakpastian, mendorong optimisme, dan mendukung pencapaian target pembangunan, namun tetap dengan kewaspadaan yang tinggi. APBN harus terus berperan sebagai motor penggerak pertumbuhan dan instrumen kontra siklus.

Karena itu, konsolidasi fiskal yang berkualitas terus kita lakukan untuk menjaga agar fiskal tetap sehat, namun juga mampu memelihara momentum pemulihan yang menguat. Konsolidasi fiskal juga merupakan refleksi kesiapsiagaan menyongsong tantangan baru yang lebih besar. APBN 2023 adalah APBN yang responsif, suportif dan terukur dalam menghadapi berbagai kemungkinan, baik berupa tantangan maupun potensi yang kita miliki. Dengan demikian kita bisa menatap 2023 dengan lebih optimis. ***

Penyunting : Adiatma
Foto: Sekjend DPR RI

Tinggalkan Komentar