Oleh : Abdissalam Mazhar *)
SKEPTIS sebagai gerakan dalam polarisasi pemikiran politik para politikus kekinian adalah gambaran bagi tergembosinya kekuatan rakyat secara hakikiyah. Bagaimana tidak demikian, disatu sisi terakui bahkan kuat fondasinya bahwa rakyat sebagai penentu tapi disisi lain semua sarana penyerapan aspirasi yaitu Partai telah memainkan bola panas kebijakan dengan pengelolaan praktik-praktik kotor yang sangat menodai aspirasi rakyat yang dipercayakan kepada mereka.
Entah penyebabnya, suara rakyat yang dibeli untuk penyaluran aspirasinya yang diwakili para caleg yang sekarang anggota legislatif yang duduk manis dikursi suara, atau rakyat yang sengaja menjual suaranya untuk memperoleh kekuatan dukungan para legislator terhadap kebutuhan mereka pada kekuasaan kedepan.
Gerakan skeptis yang tergelar kini, sangat amat membingungkan dan mencederai fungsi sosial masing-masing hingga menghadirkan iklim panas politik yang tidak merdeka.
Lahirnya porsi dagang sapi seperti ini amat sangat merugikan kedua belah pihak. Karena objektivitas kepentingan masing masing kabur dan bahkan bisa dikatakan tidak saling menguntungkan dalam sebuah negosiasi akbar kekuasaan.
Kebesaran modal rupiah adalah penentu segalanya, dan kemerdekaan rakyat selaku pemilik kedaulatan mutlak dalam memerintah kekuasaan sama sekali terkubur bagaikan monumen bersejarah yang usang untuk dicontohi.
Cedera yang terjadi pada kedaulatan rakyat ini telah begitu banyak merusak konstruksi bernegara hingga banyak menimbulkan luka bakar menganga bagi kepentingan rakyat kecil yang terpermainkan oleh perilaku kotor para aktor politik.
Bagaimana kita bisa menghindari korupsi kalau untuk mengumpulkan suara satu kursi harus menggerus kantong politikus hingga miliaran? Bagaimana juga rakyat bisa merasakan perhatian dan memberikan suaranya dengan ikhlas pada para legislator kalau untuk memperoleh fasilitas kerakyatan seperti jalan, jembatan, pasar dan lain-lain yang memadai nanti bisa terukur pada penghujung tahun kelima kursi jabatan para deklarator dan penguasa.
Apa ini yang dikatakan Merdeka Berpolitik, yang semua jabatan legislator dipersembahkan murni untuk kepentingan rakyat, dan apakah ini yang dikatakan Politik Merdeka yang karakter para politikus itu seenaknya menggunakan jabatan dan kursinya untuk kepentingan akan datang?
Jika kedua hal ini tidak segera disadari, maka kekuasaan pemerintahan kita tak pernah akan sempurna dan kepentingan masyarakat banyak sebagai bukti pelayanan publik yang aspiratif tidak akan mungkin terwujud dengan semua konsekuensi tanggung jawab.
Kemana kita melangkah untuk mencapai tujuan dan bagaimana kita melakukannya semuanya adalah amanat. Rakyat adalah amanat dan penguasa adalah amanat apalagi pengawas kekuasaan yang dipegang oleh legislator adalah hal yang luarbiasa dosanya dan tanggung jawab jika diabaikan, dan luarbiasa pahala dan rahmatnya bagi pikulan amanat yang dapat dilakukan. Dimanakah kita ? Wassalam.
*) Penulis adalah pemerhati politik, sosial, dan budaya Sulteng.