Oleh : Supriadi *)
SYAHWAT kuasa di negeri ini tak bisa lagi disembunyikan. Tak kuasa lagi disarukan. Secara kasat mata dipertontonkan, lalu dipakai untuk mengintimidasi dan menindih. Akal waras pun harus diketepikan. Hati nurani harus dikubur. Semuanya dilakukan dengan metode bangkrut akhlak dan defisit moral. Untuk meladeni syahwat kuasa, segala aturan main yang berfungsi sebagai jangkar keadaban serta-merta mutlak dijungkirbalikkan. Akal waras tak mampu memahami permainan kotor seperti itu. Maka, setiap ikhtiar untuk menghindari dan mengakali eksekusi adalah perbuatan illegal, hasilnya pun prosedural.
Talcott Parson (2015) menempatkan aturan sebagai salah satu sub sistem dalam sistem sosial yang lebih besar, yaitu budaya, politik dan ekonomi. Budaya berkaitan dengan nilai-nilai yang dianggap luhur dan mulia, karena itu harus dipertahankan. Sub sitem ini berfungsi mempertahankan pola-pola ideal dalam masyarakat. Hukum menunjuk pada aturan-aturan sebagai aturan main bersama (rule of the game) fungsi utama sub sistem ini mengkoordinir dan mengontrol segala penyimpangan agar sesuai dengan aturan main. Politik bersangkut paut dengan kekuasaan dan kewenangan. Tugasnya adalah pendayagunaan kekuasaan dan kewenangan untuk mencapai tujuan, sedangkan ekonomi menunjuk pada sumber daya material yang dibutuhkan menopang hidup sistem. Tugas sub sistem ekonomi adalah menjalankan fungsi adaptasi berupa kemampuan menguasai saran-sarana dan fasilitas untuk kebutuhan sistem.
Dalam pandangan Marxian Kontemporer (yang merupakan pelanjut dari teori Karl marx) yang bertolak dari the class character of law, yang mengeritik dan menyatakan tidak benar ideologi umum yang memandang aturan sebagai bagian nilai yang diterima secara konsensus dan intersubjektif. Menurut mereka aturan itu bukan lembaga yang objektif dan bukan pula institusi netral yang bebas nilai.
Secara riil orang tunduk kepada hukum, bukan karena nilai kemaslahatannya, tapi semata-mata karena kesadaran palsu (false conciousness) yang berhasil ditanamkan oleh pengusaha dan penguasa. Aslinya, wujud aspirasi dan kepentingan kelas “orang berpunya.” yang merupakan alat penindasan kelas borjuis.
Membungkus konflik kelas, membungkus disquality dan disequili-birium yang hanya melayani kemauan kelas tertentu, maka hukum benar-benar berfungsi sebagai alat kelas. Aturan dilihat sebagai alat dominasi, alat penindasan dan penyebab penderitaan. Di mana-mana dijalari ekonomi kapitalis, aturan hanya berwujud mekanisme dari penindasan dan dominasi ideologi, alat bagi kelas “orang berpunya” dan sebagai kontrol kepentingan politik serta ekonomi dan kelas tersebut. Di tangan penguasa yang berselingkuh dengan pemilik modal, aturan akhirnya tampil sebagai the iron boxing and the velvet glove (tinju besi berselubung kain beludru). Kiasan iron boxing merupakan realitas, sementara kiasan velvet glove adalah selubung penutup kebohongan dari aturan. Aturan hanya dijadikan sebagai legalitas formal untuk mengukuhkan kuasa.
Pentingya Kearifan Lokal
Kearifan lokal (local wisdom) adalah sikap, pandangan, serta kemampuan suatu komunitas yang di dalamnya mengelola lingkungan rohani dan jasmaninya, yang memberikan kepada komunitas tersebut daya tahan dan daya tumbuh di dalam wilayah yang dimana komunitas itu berada. Dengan kata lain, kearifan lokal adalah jawaban kreatif terhadap situasi geografis-geopolitis, historis dan situasional yang bersifat lokal. Kearifan lokal (local wisdom) sebagai piranti yang dapat menjernihkan yang keruh sebagai akibat dari abnormalitasnya substansi kebenaran, kejujuran dan keadilan. Pesan moral dari leluhur dengan bijak harus dibumikan dan dipedomani sebagai kompas dalam keadaban. Kearifal lokal seperti keteladana, gotong-royong, kejujuran, keadilan dan rasa malu harus dibumikan.
Air selalu mencari solusi di tengah persoalan yang dihadapi oleh organisasi atau masyarakatnya. Di mana air bersifat seperti karang dalam menghadapi segala kritik. Menempatkan sesuatu pada tempatnya. Mencari kebaikan menghasilkan akhlak, mencari kebenaran akan menghasilkan ilmu dan mencari keindahan menghasilkan seni. Itulah mewarnai sebuah peradaban. Solusi yang tak lekang oleh panas dan tidak memuai oleh waktu.
Dimanakah Hati Nurani
Hati nurani adalah potensi dalam diri manusia yang mengilhaminya kebaikan dan mendorongnya untuk melakukannya serta memberinya rasa puas karena memujinya. Nurani bukanlah jaminan kecuali jika cahayanya bersumber dari Ilahi. Akan tetapi jangan menduga, semua yang dianggap hati nurani benar-benar membimbing, karena hati nurani lahir dari pandangan moral atau sistem nilai yang dianut seseorang. Quraisy Shihab (2018) pernah berujar “Apakah Anda menduga bahwa Plato tidak mengikuti seruan hati nuraninya, tatkala menganggap bahwa sistem perbudakan sebagai sesuatu yang tidak buruk? Atau mengganggap Aristoteles yang menempatkan perempuan di bawah kedudukan lelaki dan lebih lemah dari laki-laki?
Nuraninya lebih rendah daripada yang mengangkat derajat perempuan sejajar dengan lelaki. Apakah Anda menduga bahwa para penganut nilai-nilai yang bertentangan dengan agama yang bersedia berkorban untuk itu, lebih murni nuraninya dibanding dengan para agamawan? Saudaraku, nurani bukanlah jaminan kecuali jika cahayanya bersumber dari Ilahi.
*) Penulis adalah Pustakawan Poltekkes Palu.