PALU-Ketua Perkumpulan Pengusaha Industri Hasil Hutan (PPIHH) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Hasanudin Mangge, mengomentari kritis terjadinya penebangan berukuran kayu log yang baru-baru ini terjadi di Kabupaten Buol.
Kepada media ini, Hasanudin tidak mau berspekulasi tentang berita yang lagi viral di media sosial (medsos), tentang pengangkutan kayu log seperti diberitakan di Radar Sulteng online, harus dicek dan ricek dulu perizinannya. Apakah betul dari Pemanfaatan Hak Atas Tanah (PHAT) Desa Pongaan.
“Harus dilihat atau dicek dulu, apakah ada kayu komersial yang tumbuh alami atau ditanam. Kalau tumbuh alami harusnya masuk dalam aplikasi SIPUHH dulu. Setelah itu harus dibuktikan dengan acak balak. Artinya, dicocokan tunggal akarnya karena ada nomor tegakan kayu. Bila tidak cocok berarti kayu tersebut dari areal lain menumpang di izin yang ada, “ kata Hasanudin.
“ Gampang kan dilihat? Apakah kayu-kayu tersebut ilegal atau legal. Kalau kayu hutan alam ada pidananya di situ, ada kepentingan negara di situ yaitu provinsi sumber daya hutan (PSDH) dan dana reboisasi (DR), “ imbuhnya.
Menurutnya, harus dicek betul itu izin atau PHAT, atau hanya rekayasa. Intinya, kata dia, harus dicek itu izin.
“Gampang kok, tinggal berdiri di lokasi baru disharlock. Kelihatan apa saja yang ada di lokasi tersebut, “ ujarnya lagi.
Dijelaskannya, memang tahun 2017 pertama kali regulasi kita memberlakukan kayu log harus diangkut ke industri setempat.
“Prinsipnya kita akan buktikan kayu tersebut, penebangan harus melalui aturan dan perundangan yang berlaku. Kalau di HPH ada namanya tebang pilih Indonesia lestari. Artinya mulai diameter 60 cm itu ditebang, “ tegas Hasanudin Mangge.
Diberitakan sebelumnya, di media sosial (medsos) di salah satu grup Kabupaten Buol, ada sebuah foto mobil tronton muat kayu log (kayu bantalan) sontak menjadi viral. Publik terkejut. Pemandangan seperti ini sudah tidak pernah terlihat lagi, sejak pemerintah memberlakukan pelarangan pengolahan kayu log secara bebas.
Iya, tidak seperti biasanya kendaraan muat kayu seperti itu lalu-lalang di jalanan di wilayah hukum Kabupaten Buol. Tetapi sekira dua hari berselang, sejak berita ini dirilis, mobil tronton muat kayu menjadi perhatian masyarakat.
Media ini kemudian melakukan konfirmasi kepada Kepala KPH Pogogul Kabupaten Buol, Abram, SP., M.Si, mengenai kayu log yang kembali diolah lagi di daerah itu, Senin (29/07/2024).
Media ini menduga, bila kayu log itu berasal dari Desa Lomuli Kecamatan Tiloan Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah dan kawasan disekitarnya. Data yang ada di media ini, di hutan ini masih ada sekitar 700 hektare kayu tegakan.
Menurut Abram, kayu log yang terlihat di foto viral itu bukan berasal dari hutan produksi, atau dari hutan produksi terbatas, apalagi dari hutan APL (areal penggunaan lain). Tetapi berasal dari Pemanfaatan Hak Atas Tanah (PHAT) milik warga setempat.
“Kayu (kayu log) berasal dari Pemanfaatan Hak Atas Tanah(PHAT) di luar kawasan hutan dari Desa Poongan. Ada dokumennya yang lengkap. Pengolahan memang dalam bentuk logs, sesuai ketentuannya. Karena ada industrinya yang melakukan pengolahan menjadi kayu jadi, “ kata Abram, mengklarifikasi.
Dikatakan Abram, Desa Poongan tidak punya hutan yang memproduksi kayu, sehingga oleh pengelolanya (pengusahanya) menggunakan PHAT. Tetapi potensinya masih ada, dan kini diolah oleh sebuah keperasi sebagai pemilik PHAT.
“Memang tidak ada kawasan di situ, makanya pakai PHAT. Iya, berada di APL (di luar kawasan hutan) potensinya masih ada. Pemilik PHAT adalah Koperasi Idaman, yang bermitra dengan PT. Dwi Putra Persada, dimana lokasi industrinya berada di Kampung Bugis, “ ungkap Abram.
Ketika ditanyakan soal diameter kayu log terlihat berukuran besar, sepertinya bukan berasal dari PHAT, mungkinkah kayu ini berasal dari hutan produksi terbatas (HPT). Dugaan ini ditepis Abram.
“Insha Allah tidak pak. Karena di situ jauh dari kawasan hutan pak. Memang kayunya masih besar-besar, “ ujar Abram.(mch)