PALU – Masyarakat harus dapat menerima manfaat ekonomi melalui pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dari kawasan konservasi tanpa harus mengurangi nilai dan fungsi dari kawasan konservasi tersebut. Hal ini disampaikan Wiratno, Direktur Jenderal KSDAE -Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Hal itu dikemukakannya pada pembukaan Workshop dan Review Pelaksanaan KKM di 40 Desa Penyangga TN Lore Lindu, Selasa 30 November 2021, di Palu, Sulawesi Tengah.
Kesepakatan Konservasi Masyarakat (KKM) merupakan inisiasi yang dilakukan oleh Balai Besar TN Lore Lindu (BBTNLL) bersama Forest Programme (FP) III Sulawesi. Prosesnya sejak 2018 lalu. Konsep ini bernaung dalam skema Kemitraan Konservasi Masyarakat untuk desa-desa yang telah menandatangani Perjanjian Kerjasama (PKS) antara desa dan BBTNLL.
Kepala Balai Besar TN Lore Lindu, Jusman mengatakan Kemitraan Konservasi merupakan salah satu jalan tengah dalam penyelesaian berbagai konflik pengelolaan kawasan taman nasional, sekaligus menempatkan masyarakat sebagai subyek pengelolaan kawasan konservasi.
Dalam prosesnya di tingkat tapak, inisiasi KKM ini dilaksanakan oleh Lembaga Pengelola Konservasi Desa (LPKD), yang dibentuk di 40 desa penyangga sekitar kawasan TNLL. PKS antara desa dan BBTNLL memungkinkan masyarakat mengembangkan berbagai usaha di zona tradisonal yang disepakati.
Berbagai usaha pemanfaatan HHBK yang dikembangkan oleh ke-40 LPKD ini seperti pengembangan kerajinan berbahan rotan, bambu, dan pandan; budidaya lebah madu; pengembangan produk lokal seperti kopi dan gula aren; dan sebagainya. Pengembangan usaha LPKD ini juga dibantu dalam skema Dana Konservasi Desa yang difasilitasi bersama oleh Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Sulawesi dan BBTNLL, juga dalam payung kegiatan FP III Sulawesi.
Sejumlah 40 desa yang telah ber-PKS ini, berada di delapan kecamatan dalam dua kabupaten, yaitu Kecamatan Lore Barat, Lore Utara, dan Lore Peore di Kapupaten Poso, serta Kecamatan Nokilalaki, Palolo, Sigi Kota, Lindu, Kulawi, dan Kulawi Selatan di Kabupaten Sigi, semuanya berada di Sulawesi Tengah.
Forest Programme III Sulawesi sendiri merupakan kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan Jerman dalam upaya implementasi pengelolaan terpadu lanskap Cagar Biosfer Lore Lindu di Sulawesi Tengah secara kolaboratif. Hal ini sebagai sumbangsih terhadap pelaksanaan strategi konservasi keanekaragaman hayati dan rehabilitasi hutan dalam mengurangi emisi yang relevan dengan perubahan iklim, serta meningkatkan mata pencaharian masyarakat di perdesaan. ***
Penulis: Adiatma