PALU – Kapolda Sulteng Irjen Polisi Rudi Supahriadi mengatakan, Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror (AT) menangkap sebanyak 24 warga yang diduga terlibat dalam Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Jamaah ini diduga kuat akan memberikan supporting terhadap kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di wilayah DKI Jakarta, Sulteng dan Kalimantan Timur (Kaltim)
Penangkapan tersebut berlangsung sejak Sabtu 14 Mei sampai Senin 16 Mei 2022. Warga yang diamankan ini masing-masing berasal dari DKI Jakarta 1 orang, Sulteng 22 orang dan Kaltim sebanyak 1 orang.
Dengan inisial seluruh antara lain, IR, RA, BS, FM, SH, AW, HR, LY, IS, RK, TR, IS, MB, MR, RK, EA, SM, AM, DM, DR, TL, FS, 2. Kapolda Sulteng Irjen Polisi Rudi Supahriadi dalam keterangan persnya, Rabu 18 Mei 2022 menjelaskan, keterlibatan warga yang ditangkap ini memiliki dan menyimpan senjata api rakitan jenis revolver. Melakukan pembaharuan baiat kepada Amir organisasi terlarang ISIS, beberapa kali melakukan kegiatan IDAD, memberi supporting logistik dana untuk kelompok MIT.
“Jadi ini serangkaian penindakan yang dilakukan Densus 88 Anti teror dibantu personil Polda Sulteng,”ungkap Kapolda dalam keterangan persnya, Rabu 18 Mei 202w di Mapolda Sulteng.
Lalu memiliki niat dan telah melakukan persiapan untuk bergabung dengan kelompok MIT, dan memposting di media sosial konten provokasi dan ajakan melakukan aksi Jihad.
Menemui Kapolda, 22 orang yang ditangkap di wilayah Sulteng tersebut masing-masing sebanyak 19 orang ditangkap dari Kabupaten Poso, 3 orang dari Ampana dan 1 dari Kaltim dan 1 lainnya ditangkap di Jakarta.
Sejauh ini sisa Anggota MIT di Kabupaten Poso dilaporkan tinggal 2 orang. Namun serangkaian kegiatan dan hasil koordinasi Densus 88, hasil penelusuran penelusuran lapangan, maka dipastikan saat ini tersisah 1 tersangka.
“Dari sisa-sisa di lapangan. Tersangka itu tinggal satu, pak guru Askar. Dan menurut keterangan saksi, baik itu penduduk,petani dan beberapa temannya dari luar, memang tinggal dia(Askar),”ungkap Kapolda.
Meski begitu, Kapolda menyebut pihaknya masih akan terus melakukan pencarian untuk memastikan kebenaran 1 orang lainnya yang sebelumnya tertembak.
“Kalau memang Naim ini telah tertembak waktu lalu, kita sudah cari dimana jenazahnya dimakamkan. Karena semua yang kita tanya tidak ada. Tapi yang jelas kita tetap cari, dan dipastikan ini tinggal 1,”sebutnya. Karena itu Kapolda berharap, 1 orang tersangka yang tersisah ini bisa segera menyerahkan diri. “Supaya kita bisa melakukan perubahan di Sulawesi Tengah.Karena yang kita lakukan sekarang ini anggarannya tidak kecil,”pungkasnya.
TIM PENGACARA MUSLIM PROTES
Direktur Tim Pengacara Muslim (TPM) Sulteng Andi Akbar berencana mempraperadilankan proses penangkapan warga Sulteng yang dilakukan Densus 88 Anti Teror (AT). Upaya itu menurutnya bisa diajukan ke Pengadilan Negeri Palu berdasarkan dokumen yang ada.
“Bisa diajukan melalui pengadilan negeri,”kata Andi Akbar dalam keterangan persnya di Sekretariat Bersama (Sekber) AJI Palu, Rabu 18 Mei 2022. Pasalnya kata Andi Akbar, penangkapan warga yang masih sebatas terduga itu terkesan sepihak. Densus 88 dalam setiap proses penangkapan terduga teroris berlandaskan pada Undang-Undang nomor 5 tahun 2018 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme.
“Sebenarnya sah -sah saja. karena UU Anti teroris memberi ruang itu ketika ada dugaan tindak pidana,”jelasnya. Namun masalahnya, dalam setiap penangkapan orang yang masih sebatas diduga terlibat tindak pidana teroris, pihak Densus 88/AT tidak memberikan kesempatan bagi keluarga untuk melakukan upaya pendampingan hukum.
Belum lagi pihak keluarga dalam perkara tindak pidana teroris seperti ini dilarang bertemu sebelum 7×24 jam. “Ini mencederai rasa keadilan. Karena kerap kali keluarga yang kami dampingi itu tidak bisa bertemu meski sudah lewat 7 x24 jam,”sebutnya.
Dalam KUHP sendiri jelas Akbar tegas menyebutkan bahwa setiap perkara pidana dengan ancaman lima tahun penjara berhak mendapatkan pendampingan hukum dari kuasa hukum. Pihak Densus 88 AT dalam perkara penangkapan terduga teroris malah menyiapkan pengacara bagi para terduga.
“Makanya ini perlu diuji karena mencederai rasa keadilan dan melabrak hukum lainnya. Terlebih UU tindak pidana teroris ini bukan undang-undang lex spesialis,”terangnya. Sampai detik inipun lanjut Akbar, proses peradilan kasus teroris selalu hanya dilakukan di Jakarta, meski locusnya terjadi Sulteng.
Sementara ada edaran Mahkamah Agung yang menjelaskan, bahwa proses peradilan suatu perkara yang di luar locus kejadian hanya dilakukan jika daerah tersebut tidak dalam suasana kondusif. “Proses pengadilan bisa dilakukan jika suatu daerah dinyatakan aman. Sementara Poso Sulteng saat ini dalam suasana kondusif,”paparnya.
Menurutnya semua proses hukum yang dilakukan Densus 88 sejauh ini hanya satu versi dan tidak berimbang. “Harusnya tersangka dengan status dugaan bisa didampingi kuasa hukum dan bertemu keluarga. Benar tidaknya sangkaan harusnya ditentukan pengadilan. Ini melanggar hak azasi manusia.Tidak jelas landasan aturannya,”tandas Akbar.
Selain itu, penangkapan yang dilakukan Densus 88 selama ini tidak dengan surat penahanan. Terkadang pula pihak keluarga tidak diberitahu apa masalah yang melandasi penangkapan keluarganya. Akbar menambahkan, dalam pendampingan yang pernah mereka lakukan, pihakny tidak bisa berbuat banyak ketika ada permintaan pendampingan untuk menemui keluarganya.
“Kami pernah ke Polda Sulteng. Tapi tidak ada jawaban ketika pihak keluarga melakukan konfirmasi perkembangan,”katanya. Dalam kesempatan itupun, Andi Akbar menyayangkan sikap dingin KomnasHAM Sulteng atas penangkapan sepihak warga yang terjadi di Sulteng. ***
Penulis: Adiatma
Foto: Adiatma