PALU – Kuasa Hukum Muhammad Lahay, Ishak Idham SH menggelar keterangan pers di ruang kerjanya di Law Firm Ishak Adam and Patners, Jalan Tavanjuka Mas, Selasa 22 Maret 2020. Ishak Adam yang didampingi beberapa rekannya, membantah pengancaman yang dilakukan oleh kliennya maupun nikah siri yang dialamatkan kepada Bupati Tojo Una Una itu.
Ishak Adam mengatakan, dugaan pengancaman yang dilaporkan, pelapor bernama Siti Hajar ke Polda Sulteng – dinilai tidak tepat. Pesan instan melalui aplikasi watshapp menurut mantan Komisioner KPU Tojo Una Una ini, tidak terpenuhi. Karena ancaman melalui pesan instan itu dalam KUHAP yang tercantum dalam pasal 335. ”Pengancaman itu sesuai pemahaman saya adalah orang yang sudah punya niat yang diwujudkan dengan tindakan permulaan, sehingga terjadi kejadian apa yang diinginkan oleh si pengancam. Dalam kasus ini, belum ada wujud tindakan yang terjadi,” ulas Isham Adam panjang lebar.
Tak hanya soal pengancaman yang dibantah. Adam Pun membantah, soal hubungan nikah siri antara kliennya dengan pelapor. Perkwainan siri tidak dikenal dalam UU Nomor 01 tahun 1974 tentang Perkawinan. ”Karena itu frasa perkwainan siri saya bantah. Mereka itu tidak kawin. Relasi keduanya adalah pertemanan. Karenanya, hak dan kewwajiban sebagai pasangan suami istri menjadi tidak ada,” bantahnya.
Lebih jauh ia menerangkan, pada Oktober 2020 saat tahapan Pilkada di Tojo Una Una berlangsung, pelapor urai Ishak Adam meminta bantuan uang kepada kliennya. Nilainya sebesar Rp200 juta. Permintaan ini direspons terlapor dengan meminta agar yang bersangkutan bersabar. Pasalnya, saat itu sedang sibuk menjalani tahapan pilkada. Karena alasan itulah terlapor belum memenuhi jumlah uang yang diminta.
Merasa permintaannya tidak dipenuhi, pelapor mengancam akan turun di ke masyarakat, memberitahukan agar masyarakat memilih yang bersangkutan saat Pilkada. Ancaman itu dikirimkan melalui pesan watsshap.
Oleh terlapor, menurut Adam pesan itu direspons dengan ancaman yang sama. ”Coba kau turun, saya akan melakukan perhitungan juga,” narasi pesan inilah yang menjadi dasar bagi pelapor melaporkan kliennya ke Polda Sulteng pada Desember 2021.
Dari sisi hukum, lanjut Adam delik ini masuk pasal 335 KUHAP yakni pengancaman. Sepengetahuannya, pengancaman yang dimaksud adalah ketika pengancam sudah mempunyai niat yang diwujudkan dengan tindakan permulaan. ”Dalam kasus ini walau ada ucapan atau kehendak, tapi perbuatan pendahuluan tidak pernah terjadi,” tegasnya.
Sejak 2020, tidak pernah terjadi ada percobaan dari terlapor untuk melakukan percobaan pembunuhan atau sekadar meneror yang bersangkutan di kediamannya atau tindakan-tindakan yang mengarah pada kekerasan fisik pelapor. ”Selana ini tidak pernah terjadi. Itu berarti pengancaman yang dimaksud dalam laporan menurut saya adalah perbuatan yang tidak selesai. Itu artinya tidak boleh dihukum,” katanya menambahkan.
Kaitannya dengan UU ITE, menurut Adam, orang yang diancam adalah berada di wilayah publik. Bukan percakapan dua arah melalui komunikasi langsung di aplikasi watsshap, instagram atau semacamnya. Oleh karena itu, dalam SKB tiga menteri, pengancaman tersebut harus menimbulkan ketakutan kepada orang yang diancam.
Pertanyaannya, lanjut Adam, takutkah pelapor selama ini? Mengapa yang bersangkutan tidak melapor pada pengancaman pertama? Mengapa dilapor setelah beberapa tahun berselang. Kejadian ancam mengancam ini menurut Adam, terjadi saat tahapan pilkada berlangsung, justru baru dilaporkan sekarang. Dengan rentang waktu yang jauh, Adam menyimpulkan berarti tidak ada ketakutan yang ditimbulkan oleh ancaman kliennya tersebut. ”Ini tidak murni soal hukum lagi,” katanya memprediksi.
Dilansir dari radarsulteng.com, Siti Hajar melaporkan kasus pengancaman melalui ITE (informasi dan transaksi elektronik). Laporan polisinya telah dibuat oleh pelapor sejak Rabu 19 Januari 2022 di Polda Sulteng, dengan nomor polisi LP/B/21/1/2022/ SPKT/Polda Sulawesi Tengah. Perempuan berinisial SH (24) itu, diduga diancam melalui media sosial whatsapp oleh Bupati Touna.
Bukti percakapan melalui aplikasi whatsaap itu, juga sudah diserahkan pelapor kepada penyidik Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Sulteng. Sumber Radar Sulteng di kepolisian menyebutkan, bahwa pada intinya isi whatsapp dari pelapor tersebut, hendak ‘menghabisi’ pelapor maupun keluarganya. Bahasa ini lah yang membuat pelapor merasa terancam keselamatannya bersama keluarga.
Dimintai keterangan terkait dengan laporan dan penanganan kasus tersebut, Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Pol Didik Supranoto mengakui adanya laporan terhadap Bupati Touna tersebut. Laporan itu, juga sudah ditindaklanjuti oleh penyidik Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Sulteng.
“Adapun perkembangannya kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikanSubdit Cyber Ditreskrimsus Polda Sulteng. Ada sebanyak 6 orang sudah diambil keterangannya termasuk terlapor (Bupati Touna) serta ahli ITE,” ungkapnya, Jumat (18/3) lalu.
Meski begitu, penyidik tidak serta merta langsung menetapkan status tersangka kepada Bupati Touna. Penentuan kasus ini apakah akan ditingkatkan ke penyidikan, nanti setelah penyidik melakukan gelar perkara. “Direncanakan minggu depan penyidik akan melakukan gelar perkara terhadap kasus tersebut untuk menentukan dapat tidaknya ditingkatkan ke tahap penyidikan,” tutup Didik.
Sementara itu, Bupati Touna, Muhammad Lahay, yang dikonfirmasi di nomor telepon dan WhatsApp (WA) nya 082195968xxx tidak memberikan jawaban. Melalui Penasehat Hukumnya, Ishak Adam, sedikit keterangan diperoleh.
Dia juga membenarkan, bahwa ada laporan yang dibuat terhadap kliennya sebagai terlapor. “Iya benar, klien kami sudah dilapor di Polda Sulteng, “ kata Ishak Adam, kepada Radar Sulteng.
Ishak sendiri enggan banyak berkomentar. Dia meminta wartawan media ini, untuk bertemu dirinya secara langsung, untuk menjelaskan duduk persoalan laporan tersebut. Radar Sulteng juga berupaya menelusuri keberadaan pelapor, guna menggali informasi awal mula dugaan pengancaman tersebut.
Berbekal alamat yang tertera dalam laporan polisi, penelusuran pun dilakukan. Ternyata di alamat yang tertera, SH sudah lama tidak tinggal di alamat tersebut. Penghuni rumahnya pun sudah berganti. Rumah yang berada di wilayah Palu Barat itu ternyata rumah kontrakan. Keluarga SH sudah lama pindah dari kontrakan tersebut.
“Sudah tidak tinggal di sini. Katanya sudah tinggal di Huntap (Hunian Tetap). Saya juga tidak punya nomor kontaknya yang sekarang,” sebut penghuni rumah kontrakan yang tidak mau dikorankan identitasnya itu. ***
Penulis : Adiatma
Foto : Adiatma