Gubernur Anwar Hafid Dorong Kearifan Lokal dan ASN Unggul untuk Mewujudkan Visinya

3
APRESIASI : Gubernur Sulteng Dr. H. Anwar Hafid saat berjabat tangan dengan Dr. H. Hasanuddin Atjo di kegiatan rapat terbatas untuk menyerap masukan dalam rangka membahas RPJMD, di gedung Pogombo kantor Gubernur Sulteng, Sabtu 08 Maret 2025.(FOTO : ISTIMEWA/KABAR68).

Oleh : Hasanuddin Atjo *)

SABTU, 08 Maret tahun 2025 bertempat di gedung Pogombo kantor Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tengah (Sulteng) dilaksanakan rapat terbatas mendiskusikan penyetaraan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) periode 2024-2029. Selain Gubernur Dr. H. Anwar Hafid, juga dihadiri oleh Wakil Gubernur (Wagub) dr. Reny Lamadjido, Sekretaris Provinsi (Sekprov) Novalina, Kepala Bappeda, Sandra Tubondo, Kepala Bapenda Rifky A. Mustaqim, kepala BPKAD Rudy Dewanto, bersama tim penyusun RPJMD.

Rapat penyetaraan RPJMD kali ini dinilai agak berbeda, karena menghadirkan sejumlah pakar dibidangnya. Dua orang berasal dari mantan birokrat, dua dari akademisi, dan satu lainnya dari frofesional. Lima pakar diberi kesempatan untuk memberi masukan.

Harapannya agar RPJMD yang disetarakan bisa jadi pedoman operasional sesuai kebutuhan, mencapai visi Gubernur dan Wakli Gubernur yaitu “Berani Mewujudkan Provinsi Sulawesi Tengah yang Maju dan Berkelanjutan^.

Gubernur Anwar Hafid dalam paparannya menyampaikan ada sembilan strategi yang akan diterapkan mencapai visi itu, yang didahului oleh kata-kata berani.
Kata berani itu bisa dimaknai sebagai kondisi bahwa semua komponen, termasuk kepala organisasi perangkat daerah (OPD) dan perangkatnya harus berani menyusun progran dan kegiatan yang bermuara pada kesejahteraan dan kemajuan daerah disertai rasa tanggung jawab dan konsekuensi risiko.

Kondisi ini tentunya menjadi alarm (tanda hati-hati) bagi senua pihak. Apalagi Gubernur Anwar mengemukakan satu rupiahpun uang negara yang telah dibelanjakan seharusnya bermuara pada kesejahteraan rakyat. Karenanya, pendekatan yang dipakai dalam perencanaan dan implementasi seyogianya sudah berorientasi outcome (manfaat), tidak lagi output (administrasi selesai) yang selama ini jadi ciri tata kekola birokrasi.

Sembilan berani itu adalah berani cerdas, sehat, lancar, terang, berdering. Selanjutnya berani murah, panen raya, tangkap banyak dan berkah dilengkapi dengan defenisi operasional.

Dicontohkan oleh Gubernur berani murah antara lain upaya mejaga inflasi melalui aspek ketersediaan- keterjangkauan bahan pangan oleh OPD Dinas Pangan bersama Prindustrian. Tangkap banyak, bagaimana OPD Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) bisa memproduksi ikan lebih banyak baik melalui kegitaan budidaya dan tangkap, yang bermuara pada penyediaan pangan dan peningkatan nilai tukar pembudidaya ikan dan nelayan, serta pertumbuhsn ekonomi daerah dan devisa.

Panen raya diperuntukan bagi OPD Tanaman dan Hortikultura serta OPD Perkebunan dan Peternakan dalam penyediaan pangan maupun meningkatkan nilau tukar petani, pekebunan dan peternak bahkan pada ekonomi daerah dan devisa.

Tersirat dalam paparan bahwa ada ganjalan Gubernur Anwar dalam mengimplementasikan strategi sembilan berani itu terkait kualitas kerjasama dan kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN). Ini terlihat dari dua pernyataannya yang diungkapkan untuk direspon.

Pertama bagaimana kearifan lokal seperti gotong royong, membangun kebersanaan dijadikan peraturan formal seperti Peraturan Gubernur (Pergub) agar memiliki kekuatan untuk dipedomani dan ditaati. Kedua, bercita-cita menjadikan ASN di Sulawesi Tengah bisa berkelas dunia. Karena untuk sukses memanfaatkan bonus demografi dan target Indonesia emas 2045 sangat diperlukan ASN yang unggul.

Dalam diskusi yang langsung dipandu oleh Gubernur Anwar dikemukakan empat sumbang pikir. Pertama, visi Maju harus ada ukuran konkrit agar semua tahu termasuk masyarakat. Ini dinilai penting agar terbangun motivasi yang sama. Kedua, OPD penyelenggara strategi berani harus memiliki inovasi terukur-implementatif terkait tugas dan fungsinya. Selanjutnya menetapkan role model (pilot projek perubahan) sebagai lokus menerapkan inovasi tersebut dan harus bisa diukur keberhasilannya.

Ukuran dalam mengevaluasi role model adalah capaian target minimal 60 persen. Bila ini capaiannya role model bisa dilanjutkan untuk dibenahi agar hasilnya bisa mendekati dari target yang ditetapkan. Bagi yang capaiannya berada di bawah 60 persen tentunya menjadi bahan pertimbangan Gubernur dan Wakil Gubernur untuk langkah selanjutnya. Ini adalah salah satu upaya untuk menghindar kesan “like and dislike.”

Ketiga, sangat sependapat dengan kearifan lokal seperti gotong royong, tenggang rasa, disiplin dan konsisten untuk diformalkan sebagai upaya membangun budaya bekerja bersama-sama neninggalkan kebiasaan sama-sama bekerja yang jadi salah satu penyebab tidak efektif dan efisiennya tata kelola.

Jepang adalah negara ysng memformalkan kearifan lokal sebagai sebuah kekuatannya. Negara ini sukses menerapkan filisofi “kereta kuda” dalam tata kelola birokrasi. Maknanya Perfektur (Provinsi) ditarik oleh Shi (kota besar) yang sudah maju. Kemudian Perfektur menggandeng Shi yang belum maju. Tentunya kita berharap Sulawesi Tengah saatnya nanti bisa mencontoh filosofi itu.

Terakhir bahwa struktur dari organisasi pemerintahan di pusat dan daerah masuk dalam kategori kaya struktur miskin fungsi. Kondisi ini antara lain menyebabkan kurang efektif dan efisiennya penyelenggaan tata kelola.

Gagasan dari Gubernur Anwar untuk menuju ASN berkelas dunia tentunya beralasan. Menjadi negara atau daerah menerapkan prinsip miskin struktur kaya fungsi perlu ASN yang andal (inovatif, adaptif, dan update). Prinsip seperti ini telah diterapkan di Jepang dan Korea Selatan.

Menutup catatan singkat ini, semoga gagasan Gubernur Anwar dan Wagub Reny bisa membawa perubahan yang berarti bagi kemajuan daerah ini, yang masih menghadapi sejumlah tantangan.

*) Penulis adalah Dewan Pakar Persatuan Pensiunan Indonesia.

Tinggalkan Komentar