Krisdayanti Soroti “Serangan Fajar” di Tolitoli

11
EVALUASI : Forum diskusi membahas tentang evaluasi penyelenggaraan Pilkada 2024 di Tolitoli.

Dari FGD Evaluasi Pemilihan Bupati-Wakil Bupati 2024
TOLITOLI-Kasus klasik, money politik dan aksi “serangan fajar” di Pilkada 2024 Tolitoli, menjadi sorotan tajam bagi Krisdayanti saat menghadiri Forum Grup Diskusi (FGD), bertemakan Evaluasi Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tolitoli, di Hotel Mitra Utama, Selasa (18/02/2024).

Tapi… tunggu dulu. Krisdayanti yang satu ini bukanlah Krisdayanti, artis sekaligus politikus anyar di Gedung Senayan, Jakarta. Melainkan, Krisdayanti—seorang mahasiswi dari Fakultas Ekonomi, Universitas Madako Tolitoli.

Gadis imut, cerdas dan kritis ini, memulai pertanyaannya pada forum yang membahas tentang kerja-kerja KPU Tolitoli di Pilkada 2024, salah satunya dengan pertanyaan tentang “serangan fajar” di desanya.

“Sebagai mahasiswi yang belum banyak pengalaman, saya bertanya bagaimana tanggapan bapak ibu, penyelenggara pemilu, LO paslon, akademisi, politikus, serta insan pers yang hadir, terkait money politik dan serangan fajar. Karena, sampai saat ini praktik tersebut masih ada, bahkan di desa saya. Apakah praktik tersebut tidak menodai nilai-nilai kejujuran, asas dan prinsip pemilu, bagaimana kami sebagai mahasiswa menyikapi persoalan tersebut,” tanya Krisdayanti, di hadapan Ketua KPU Tolitoli Ir. Junaidi SP, anggota KPU Divisi Perencanaan dan Data Nasrin, Divisi Teknis Ryan Vivian Hidayat, Divisi Hukum Marsyuki, minus Koordinator Divisi Sosdiklih Warman Maulana.

Suasana forum diskusi berubah, penuh interaksi, tanya menggelitik dan sedikit heboh, apalagi ketika Rahman Alatas-Rektor STIE Tolitoli menggelindingkan ide bayolan.

“Bagaimana kalau si “Serangan Fajar” itu dilegalkan saja, sebab dampaknya juga memberikan kebaikan bagi warga,” sindirnya.
Menanggapi hal itu, Ketua KPU Tolitoli Ir. Junaidi menyarankan, jika si Serangan Fajar ingin dilegalkan, maka harus ada kajian dan perumusan regulasi yang tidak bertetangan dengan ketentuan hukum yang ada di negara ini.

“Namun bagi pribadi saya, akan lebih bijak jika serangan fajar itu direalisasikan setelah pemilihan, sebagai konsekuensi atau janji politik yang harus dipenuhi, dan pastinya tidak akan menjadi bahan bagi Badan Pengawas Pemilu untuk memproses, sebab tahapan pemilihan sudah selesai,” serunya.

Banyak kalangan juga ikut menghebohkan persoalan serangan fajar, termasuk para kuli tinta, dan tokoh masyarakat. Di sisi lain, banyak pula yang memberikan masukan kepada KPU terkait upaya untuk meningkatkan partisipasi pemilih, teknis perekrutan badan Adhoc, PPK, PPS dan KPPS yang lebih transparan dan berkualitas.

“Sosialisasi KPU di platform media sosial, media jurnalistik, itu sudah dilakukan dengan baik, tinggal bagaimana memaksimalkan peran badan adhoc menyentuh di tengah kalangan masyarakat hingga di tingkat dusun dan pedalaman. Kami insan pers, berharap di pemilu berikutnya KPU lebih intens lagi menjalin kerjasama dengan media jurnalistik, tidak hanya momentum Pilkada, tapi juga Pilpres dan Pileg,” saran Moh Nur Syamsu alias Ancu, wartawan RRI Tolitoli.

“Kesimpulan, dari resume atau hasil penyampaian pendapat dan saran dari semua kalangan di FGD kali ini, KPU Tolitoli akan meneruskan ke KPU Provinsi, juga bahan evaluasi kerja-kerja KPU Sulteng, berjenjang hingga ke KPU RI,” lengkap Junaidi, kepada media ini.(dni)

Tinggalkan Komentar