Kembalikan Mereka ke Posisi sebagai PNS Lagi
BUOL-DPRD Kabupaten Buol merekomendasikan kepada Bupati Buol, agar meninjau kembali SK PTDH terhadap 16 Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang tidak didasarkan pada ketentuan peraturan Perundang-undangan dan Azas-azas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), serta meminta kepada Bupati mengembalikan hak-hak mereka sebagai PNS.
” Meninjau kembali SK PTDH terhadap 16 PNS yang tidak didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan AUPB, serta mengembalikan hak-hak mereka sebagai PNS. Agar melakukan pembinaan secara lebih baik kepada PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten Buol, ” tegas Ketua DPRD Buol saat itu Srikandi Batalipu, 28 Agustus 2024.
Dijelaskan pihak DPRD Buol, akibat PTDH terhadap 16 orang PNS yang bekerja di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buol itu sehingga menimbulkan dampak sosial ekonomi dan beban psikologis bagi keluarga mereka.
Ke 16 PNS yang PTDH adalah, Drs. Kamarudin Lasuru, Ahmad Batalipu, Drs. Supandi, Imran Hi. Saleh, Badjamal, Drs. Rusli, SE, Samsurizal Lahama, Udin K. Domut, Muh. Samsul Umar, Darna, Musliana K. Mansyur, Karsum, Syahrul, SE, Jamaludin, Nuraida, dan Nurdin Salam Dj.
Dikatakan dalam surat rekomendasi tersebut, DPRD memutuskan mengeluarkan rekomendasi setelah menyikapi secara yuridis formal yaitu, bahwa 16 PNS Pemkab Buol mereka telah selesai menjalani hukumannya, hukuman pidana kurungan selama kurang lebih dua tahun. Baik yang diputus dengan kewajiban mengembalikan dan atau tidak mengembalikan kerugian negara dengan putusan inkracht sebelum berlaku Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASNdan atau Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen ASN dengan penetapan Surat Keputusan (SK) PTDH terhadap mereka berlaku surut terhitung setelkah inkracht perkara pidana sehingga berimplikasi kepada kewajiban mengembalikan gaji dan atau penghasilan lainnya.
Menurut DPRD, di antara ke 16 PNS yang di PTHD itu, ada yang melakukan gugatan TUN atas SK tersebut, namun sayangnya gugatan ditolak untuk seluruhnya meskipun pada Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) di tempat lain terdapat gugatan dikabulkan untuk seluruhnya dengan putusan inkracht. Mereka juga sama di atas 2 tahun sebelum berlaku Undang-undang Nomor 5 Tahun 2025 Tentang ASN dan atau Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2027 Tentang Manajemen ASN.
Situasi hukum tersebut menurut Fauzi Syam dkk, dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi dalam penelitian hukum yang diterbitkan di jurnal ilmiah “De Jure” dengan judul “ Pengujian Keputusan Pemberhentian Tidak dengan Hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil di Peradilan Administrasi” disimpulkan sebagai berikut, pertama, penegakan sanksi administrasi terhadap PNS yang melakukan tindak pidana kejahatan jabatan menjadi kewenangan diskresi PPK, apakah akan diberhentikan tidak dengan hormat , pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak diberhentikan.
Bahwa, adanya dualisme dan inkonsistensi putusan hakim PERATUN yang menguji keputusan PTDH PNS sebelum berlakunya Undang-undang ASN yang mengakibatkan putusannya semakin jauh dari rasa keadilan masyarakat serta melemahkan sendi-sendi pembangunan hukum administrasi Indonesia yang pondasinya telah diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Rekomendasi ini, berdasakan ketentuan Pasal 28 ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 menyatakan “Hak hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.”
Bahwa ketentuan Pasal 28 ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdapat kalimat yang menyatakan “Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut” adalah Hak Asasi Manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun yang memiliki makna yang sangat jelas atas diberlakukannya asas retroaktif dan oleh karenanya tidak perlu dan tidak dapat ditafsirkan lain.
Bahwa ketentuan Pasal 1 ayat (1) dan (2) KUHP menetapkan “ Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan dan bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap Terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya.”
Bahwa ketentuan pasal 1 ayat (13), 2, dan Penjelasan Pasal 2 huruf a Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN pada prinsipnya menyatakan bahwa penyelenggaraan Kebijakan dan Manajemen ASN berdasarkan atas asas kepastian hukum, nondiskriminatif, keadilan dan kesetaraan, mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, azas kepatutan, dan keadilan.
Bahwa, ketentuan Pasal 5 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan pada prinsipnya menyatakan bahwa Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan oleh Pejabat Pemerintahan beradasarkan atas asas perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia dan AUPB.
Sebelumnya mantan Bupati Buol dr. Amirudin Rauf, setelah berdiskusi dengan Ketua DPW KKPI Sulteng Dewan Pimpinan Wilayah Kors karya Praja Indonesia Provinsi Sulteng, Drs. Kamarudin Lasuru, perihal surat Peninjauan Kembali SK Pemberhentian terhadap 16 PNS Kabupatyen Buol dengan Nomor Surat 180/43.65/BAG.HUKUM/2022 menjelaskan, bahwa ke 16 PNS Pemkab Buol itu telah di PTDH dari Korps PNS pada tahun 2018 dengan tanggal surat bervariasi.
Bahwa, putusan PTDH tersebut hanya didasari oleh putusan Pengadilan tentang Tindak Pidana Korupsi yang telah berkekuatan hukum tetap. Bahwa 16 PNS tersebut tidak pernah diperiksa secara administrative (baik pemeriksaan disiplin maupun kode etik) untuk sebuah proses penjatuhan sanksi PTDH.
Dari 16 nama PNS yang di PTDH, dua orang dijatuhi hukuman penjara di atas 2 tahun. Padahal ada juga PNS Pemkab Buol yang sudah divonis hukuman penjara karena korupsi tetapi tidak di PTDH, yaitu Hasanudin Kiding (pensiun), Djakaria Lahamade9 masih aktif PNS), Safrudin R. Hentu (pensiun), dan Ramlah Butudoka (pensiun).
Dalam disposisi mantan Bupati Buol dr. Amirudin Rauf tertulis, Pro Sekab. Pelajari dgn seksama. Koordinasikan dgn instansi terkait. Bila diperlukan dapat dibentuk tim untuk melakukan kajian mendalam lbh komprehensif.
Kesimpulan telaahan staf yang ditandatangani oleh Kabag Hukum Pemkab Buol Nurlela, SH, ditegaskan, bahwa SK tentang Pengaktifan kembali PNS yang telah menjalani masa hukuman tidak pernah dicabut oleh SK PTDH, sehingga demi hukum kedua keputusan tersebut sama-sama berlaku. Karena kedua keputusan tersebut memiliki kekuatan hukum yang sama maka disinilah muncul kekaburan hukum, ketidakpastian hukum sehingga diperlukan kebijakan istimewa (diskresi) untuk menemukan kejelasan, ketegasan dan kepastian hukum atas pemberhentian PNS sebagaimana amanat Pasal 22 UU Nomor 30 Tahun 2014.
Bahwa ketentuan Pasal 87 ayat (4) huruf b UU Nomor 5 Tahun 2014 dan ketentuan Pasal 250 huruf b PP Nomor 11 Tahun 2017 tidak berlaku surut karena bertentangan dengan Pasal 28 ayat (1) UUD 1945.
PTDH bagi 16 orang PNS Daerah Kabupaten Buol yang mal administrasi bertentangan dengan Hak Asasi Manusia dan Azas-azas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).
Keputusan PTDH bagi 16 PNS Daerah Kabupaten Buol dapat dibatalkan dengan berbagai pertimbangan yuridis dan sosiologis termasuk Yurisprudensi tetap Mahkamah Agung No.01/K/TUN/2012 dalam perkara Sisminardi dkk melawan Walikota Surabaya. Walaupun Sisminardi dkk terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana kejahatan jabatan berdasarkan keputusan Pengadilan yang inkracht, namun Mahkamah Agung membatalkan keputusan PTDH PNS oleh Walikota Surabaya.
Karena itu Bagian Hukum Pemkab Buol, memberi saran dan tindak dalam telaahan staf dalam masalah ini, pertama, para PNS yang di PTDH telah mengabdikan dirinya di daerah sudah cukup lama sebagai PNS. Kedua, para PNS yang di PTDH sebagian besar dijatuhi pidana penjara yang cukup ringan kecuali dua orang lainnya. Ketiga, karena alasan kemanusiaan.
Bupati disarankan untuk membatalkan SK PTDH dengan menerbitkan surat keputusan (SK) rekomendasi pensiun bagi mereka yang telah memenuhi syarat pensiun, dan bagi mereka yang belum memenuhi syarat pensiun agar kiranya diterbitkan kembali Keputusan pengaktifan sebagai PNS.
Pada 9 Mei 2022, Bupati Buol saat itu dr. Amirudin Rauf mengirim surat ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) di Jakarta, perihal Permohonan Audiensi. Dalam surat poermohonan tersebut dikatakan, berdasarkan surat dari Dewan Pimpinan Wilayah Korps Karyapraja Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah 4 Maret 2022 tentang Permohonan Penijauan Kembali SK PTDH terhadap PNS Kabupaten Buol, untuk itu Bupati telah memberi respon terhadap adanya ditemukannya beberapa fakta baru dan beberapa kejanggalan yang kiranya perlu mendapat perhatian dan tindaklanjut guna mendapatkan winwin solution.
Inilah berbagai upaya-upaya yang dilakukan, serta mengungkap beberapa fakta baru dari kasus PTDH terhadap 16 PNS Pemkab Buol oleh Ketua DPW KKPI Sulteng Kamarudin Lasuru bersama kawan-kawan senasib dan sepenanggungan. Perjuangan tidak pernah mengenal kata menyerah, hingga berdarah-darah, tak memperhitungakan lagi biaya besar yang dikeluarkan untuk mengurusi permasalahan ini dari Kabupaten Buol, Kota Palu, dan Jakarta untuk mencari sebuah keadilan.
Kepada media ini, sekali lagi Kamarudin M. Lasuru menegaskan, selaku Ketua DPW KKPI Sulteng, bahwa PTDH wajib dilakukan oleh Bupati namun perlu pemeriksaan lebih awal, sesuai PP 11/2017 pasal 252 Tentang Manajemen ASN karena sebelum SK. PTDH perlu usulan Pyb/Sekda diberikan waktu 21 hari setelah putusan inkracht.
“Saya sendiri inkracht 8 tahun pada waktu SK. PTDH ditetapkan. Makanya, kita harus tunduk pada konstitusi UUD 1945 Pasal 28 ayat (1) bahwa “Hukum tidak berlaku surut,” serta dipertegas oleh UU Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan pasal 5 AUPB, dan Pasal 22 UU Nomor 30 Tahun 2014 ayat (1) yang mengatur Diskresi, “ pungkasnya.(mch)