Oleh : Aat Surya Safaat *)
“TULISAN, bagaimanapun, demikian berguna bagi kehidupan masyarakat secara luas. Tidak mudah memang. Perlu ketekunan dan kerja keras agar kita pandai menulis. Tetapi sejatinya kita pasti bisa! Karenanya perlu pula disadari bahwa menulis adalah ibadah dan menuangkan pikiran melalui tulisan adalah juga bernilai sedekah.”
Demikian kata-kata bijak dari almarhum Ismet Rauf, wartawan senior yang juga penulis handal dalam satu kesempatan bincang-bincang dengan beberapa wartawan yunior di Jakarta beberapa waktu lalu.
Ismet Rauf berpulang ke Rahmatullah pada hari Rabu tanggal 5 Juni 2024 di kediamannya di Depok Jawa Barat dalam usia 79 tahun. Pencinta buku dan penulis yang lahir di Payakumbuh Sumatera Barat pada 15 November 1945 itu meninggalkan seorang istri, Yunidar Ismet, dan tiga anak laki-laki yaitu Rully R Ismet, Reza T Ismet, dan Aga W Ismet.
Alamarhum meninggal dunia pada pk. 08.00 dan dikebumikan pada pk. 14.30 di Taman Pemakaman Umum (TPU) Rawa Geni Kecamatan Cipayung Kota Depok Jawa Barat dengan diantar oleh keluarga dan sanak famili serta rekan-rekan almarhum sesama wartawan.
Khusus di lingkungan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan di komunitas wartawan pada umumya, siapa tak kenal Ismet Rauf. Almarhum adalah peraih Anugerah “Press Card Number One” dari PWI dan penerima Penghargaan “Long Life Achievement” dari Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara, tempatnya mengabdi sejak 1967 hingga 2002.
Almarhum saat aktif sebagai wartawan Antara sering menjuarai lomba karya tulis yang diselenggarakan oleh berbagai lembaga di Jakarta. Tulisannya yang berupa feature (karangan khas) selalu “interesting”, “inspiring” dan “motivating”, sehingga tak heran almarhum menjadi teladan bagi para wartawan yunior di kantor berita tersebut.
Jurnalis senior itu kenyang pengalaman sebagai wartawan, baik di dalam maupun di luar negeri. Dia pernah menjadi Kepala Biro LKBN Antara di Kuala Lumpur Malaysia dan pernah melaksanakan tugas jurnalistik ke belasan negara, dari negara tetangga terdekat Singapura hingga Australia, Eropa, Timur Tengah, dan Amerika Serikat.
Semasa hidupnya almarhum juga banyak menulis buku, baik secara individu maupun bersama tim, di antaranya “Perjalanan Panjang PWI” yang diterbitkan oleh PWI Pusat pada September 2018 dengan editor Wartawan Senior Djunaedi Tjunti Agus dan Widodo A.
Wartawan senior yang sering mendapat amanah sebagai Ketua Dewan Juri pada lomba karya tulis di Pusat Bahasa itu juga menjadi Ketua Tim Penulis Buku “Diplomasi Indonesia dari Masa Ke Masa” (lima jilid) yang diterbitkan oleh Kementerian Luar Negeri RI pada 1997.
Sebelumnya, Ismet Rauf bersama Wartawan Senior Saleh Dani Adam dan Riyanto D Wahono (semuanya sudah almarhum) menulis buku “Siapa Siapa Wartawan Jakarta”. Buku dengan editor Wartawan Senior Marah Sakti Siregar itu diterbitkan PWI Jaya pada 2003. Ia juga menjadi editor buku “Liku-liku Kisah Wartawan” yang terbit pada Januari 2020.
Mengingat kompetensi dan profesionalismenya sebagai wartawan, almarhum mendapatkan amanah pada beberapa posisi strategis, baik di PWI Jaya maupun di PWI Pusat, antara lain pernah menjadi Ketua Dewan Kehormatan PWI Jaya dan Ketua Departemen Jurnal dan Buku PWI Pusat.
Sampai akhir hayatnya, almarhum masih bekedudukan sebagai Pemimpin Redaksi LINTAS, sebuah majalah yang berfokus pada hal-hal terkait infrastruktur dan transportasi di Indonesia dan masih tercatat sebagai Penguji pada Lembaga Uji Kompetensi Wartawan (LUKW) Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama).
Selain itu almarhum masih menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Kantor Berita MINA sejak 2015. MINA sendiri adalah kantor berita umum yang berlandaskan Islam dan menyiarkan berita secara online dalam tiga bahasa, yaitu bahsa Indonesia, Arab dan Inggris, dengan tagline “Peace in Palestine, Peace in the World” (Damai di Palestina, Damai di Dunia).
Terkait kunci sukses Ismet Rauf sebagai wartawan, penulis yang merupakan yuniornya di LKBN Antara melihat bahwa almarhum adalah wartawan yang banyak membaca, selain pandai bergaul dengan berbagai kalangan.
“Kunci pandai menulis adalah banyak membaca. Dengan banyak membaca, pasti banyak pula yang bisa kita tulis. Kalau kita kurang membaca, tak ubahnya seperti teko kosong. Mau diisikan ke gelas yang kosong, pasti tidak ada isinya,” kata almarhum pada suatu kesempatan.
Seorang penulis, lanjutnya, dapat membantu meningkatkan kreativitas dan kemampuan berpikir kritis seseorang. Dengan menulis, seseorang akan belajar untuk mengatur ide-ide serta menghasilkan gagasan-gagasan baru dan menarik untuk dibagikan kepada pembaca. Selain itu, menjadi seorang penulis, menurut almarhum, juga memiliki potensi untuk mendapatkan tambahan penghasilan.
*) Penulis adalah Penguji pada Uji Kompetensi Wartawan (UKW) PWI. Penulis pernah menjabat sebagai Direktur Pemberitan LKBN Antara (2016) dan menjadi Kepala Biro Antara di New York AS (1993-1998).